The Moon and The Sun #1 - Rain

8:55 PM fe 0 Comments

1
1991
Selamat datang lagi musim dingin.

Selamat bertemu lagi denganku yang harus mendekam dalam selimut sebelum semuanya memburuk. Tapi tidak untuk bulan ini. Sekarang aku sudah bisa pulang ke rumah setelah selalu dirawat di rumah sakit. Aku bisa berjalan-jalan walau harus ditemani. Aku bisa bertemu dengan tetanggaku lagi, orang yang paling kusukai, Gates.

Gates adalah anak yang riang dan terlalu bersemangat, berkebalikan denganku yang suka sakit-sakitan dan tidak boleh keluar rumah saat musim dingin datang atau saat cuaca terlalu panas di luar. Aku selalu berdoa untuk bisa bertemu dengan musim semi selanjutnya, berbeda dengan Gates yang bisa keluar dikondisi cuaca apapun.

Aku selalu membandingkan kondisiku dengannya yang jelas-jelas sangat berbeda. Dia sangat sehat sedangkan aku tidak. Tapi dia adalah seorang anak baik yang sangat tampan dan menarik walau orang tuanya berkata kalau dia nakal.


Hanya saja hari ini cuaca makin memburuk dan aku merasa lemas untuk duduk di depan jendela hanya demi melihat Gates keluar rumah, melompat, berlari bersama Victor dan Joe, atau bermain perang salju. Satu hari tidak melihatnya benar-benar membuatku menghela napas. Sambil menyimpan kekecewaanku sendiri, untuk kesekian kalinya aku harus kembali naik ke atas tempat tidur dan bersiap untuk tidur.

“Hei! Heiiii!!” bisiknya keras dari balik jendela kamarku.

Aku yang baru saja ingin naik ke tempat tidur langsung terkejut mendengar suara itu. Ia masih terus memanggilku dan akhirnya aku mendorong jendelaku ke atas agar terbuka. Udara dingin langsung menyerbu masuk ke kamarku.

“Gates?” panggilku terkejut saat melihatnya tersenyum senang.

“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya.

“Masih sedikit pilek… Kenapa kau ke sini? Seharusnya kau sudah tidur.”

“Tapi aku tidak tidur.”

“Tapi seharusnya sudah.”

“Bagaimana denganmu?”

“Aku baru mau tidur.”

Gates mengangguk seakan-akan paham dengan sesuatu. “Kau tidak keluar selama musim dingin ya?”

“Aku tidak bisa…” jawabku lemah karena tidak suka dengan kenyataan itu. “Tapi aku bisa keluar saat musim semi.” Sambungku buru-buru.

“Kau tahu, besok aku ulang tahun.” Katanya.

“Oh ya? Besok?”

“ka nada pesta di rumahku. Kau mau datang?” ia menyerahkan kartu undangannya padaku.

Aku membacanya. “Besok kau akan berusia delapan tahun?” tanyaku.

“Yah… Sebenarnya aku tidak suka ada pesta begitu. Tapi nenek memaksa untuk mengadakan pesta. Kupikir itu sangat kekanak-kanakan.” Katanya dengan nada jengkel. “Kau bisa datang?”

“Bolehkah?” tanyaku tidak yakin.

“Tentu saja. Itu undangan untukmu. Jangan lupa datang.”

Aku seketika merasa senang karena baru kali ini ada orang yang mau mengundangku ke pesta. Aku menggenggam erat kartu itu seolah-olah itu adalah benda berharga yang tak boleh hilang.

Gates tersenyum. “Oke. Tugasku selesai. Selamat tidur.” Katanya riang sambil berlari dan melompati pagar yang membatasi halaman rumah kami.

Aku menutup jendela kamarku dan bernjak tidur sambil menggenggamnya erat. Aku bermimpi kalau besok aku akan merasa sangat bahagia dan akan punya banyak teman. Karena ini pesta, maka aku butuh hadiah. Karena bingung ingin membawa hadiah apa, akhirnya sepanjang malam aku berpikir dan tidak bisa tidur.

Esok paginya Mama dan Papa terkejut saat aku memberitahu tentang undangan pesta itu.

“Kau diundang ke pesta Gates?” tanya Mama sambil meletakkan dua potong sandwich dipiringku. Ia jelas-jelas terkejut mendengar itu.

Papa yang duduk di depanku dengan koran paginya langsung menaikkan sebelah alisnya tanda keheranan.

Apa ini aneh?

“Gates mengundangku.” Kataku menjelaskan.

“Kapan?” tanya Papa.

“Se… Kemarin.” Aku buru-buru meralatnya. Aku tidak bisa bilang kalau semalam dia datang ke kamarku dan memberiku undangan itu. Bisa-bisa mereka marah.

“Tapi kau… tidak boleh keluar di musim dingin ini…” kata Mama sambil duduk di sampingku.

“Tapi aku ingin pergi. Aku diundang. Ini undangannya.” Kataku sambil menunjukkan undangan itu padanya.

Papa dan Mama saling berpandangan. Akhirnya setelah agak lama terdiam, Papa tersenyum. “Biarkan saja dia pergi. Toh rumahnya di sebelah rumah kita.”

Tapi Mama tetap menunjukkan wajah kuatirnya. “Aku tidak mau mengambil resiko…” bisiknya pada Papa.

Aku langsung terdiam sambil memegang erat undangan itu. Sebenarnya aku paham apa yang mereka kuatirkan.

“Kau bisa menemaninya di sana.” Usul Papa.

Aku menatap mereka dan mulai merasa tidak yakin dengan keyakinanku tadi. Tapi ada satu ide yang terlintas di kepalaku. “Kalau begitu kirimkan hadiah saja.” Usulku cepat.

“Apa?” Mama dan Papa terkejut.

“Aku tidak jadi datang, tapi aku bisa kirim hadiah kan?” kataku sambil tersenyum.

Mama dan Papa memandangku dengan wajah senyum bercampur sedih. Tapi aku tetap menyengir senang dan berkata, “biar aku yang pilih hadiahnya. Boleh, kan?”

Mama langsung meraihku dan memelukku, “maaf ya… maaf…” bisiknya dengan suara bergetar.

Aku tahu kesedihan mereka. Dengan kondisiku sekarang aku memang tidak boleh melakukan sesuatu yang berat. Datang ke pesta yang penuh sesak, keributan, dentuman musik dan sebagainya bisa membuat jantungku tidak kuat menahan tubuhku untuk berdiri.

Aku tahu kalau mencari seorang pendonor jantung yang tepat untukku tidaklah mudah. Walau aku sering keluar masuk rumah sakit, baru sebulan ini aku bisa menghabiskan waktu tenangku di rumah… dan hanya di rumah, tidak kemana-mana.

“Kalau begitu hadiah apa yang cocok untuknya?” tanyaku. Aku mengabaikan suara bergetar Mama karena aku tahu tidak baik membuat mereka sedih.

“Ayo kita lihat di toko. Siapa tahu ada yang cocok untuknya.” Usul Mama sambil menghapus air matanya yang keluar sedikit.

“Ya.” Jawabku dengan nada bersemangat. “Tapi… Aku harus pilih hadiah apa?” tanyaku.

“Menurutmu apa yang cocok untuknya?” tanya Papa sambil memakan sarapannya.

Aku berpikir keras tentang Gates. Dia anak yang lincah dan sangat bersemangat. Ia sangat menyukai musik dan sangat suka berlari. Apa hadiah yang cocok untuknya? Saat aku menggigit sepotong sandwich, aku mendapat ide.

“Mama, apa kita bisa ke toko Mr.Feagal?” tanyaku.

“Boleh. Setelah sarapan kita ke sana.”


You Might Also Like

0 comments: