Song of Aria #24 - Rain

7:53 PM fe 0 Comments



   Aira melangkah ke luar kamarnya dan menyambut pagi yang dingin. Pagi ini kabut telah turun dan itu membuat jarak pandangnya menyempit. Aira melangkah melintasi lapangan untuk menuju ke taman bunga mawarnya. Ia ingin menyendiri sekarang demi menenangkan hatinya yang berkecamuk hebat. Akhirnya tadi malam ia tanpa sadar tertidur setelah lelah menangis.
   Erland kembali menghantuinya dengan mimpinya tadi malam. Ini sungguh ironis. Ia datang ke sini bukan hanya untuk terapi, tapi juga untuk menghilangkannya dari pikirannya.
   Aira tidak menyangka kalau akan sesusah ini menghilangkan Erland dari dalam dirinya. Ini begitu kuat dan dalam. Ia lelah melawannya. Karena itulah ia terus mensugesti dirinya bahwa dia tidak pantas didapatkan.
   Dia bukanlah sosok sempurna untuk Erland.
   Dia bukanlah orang yang pantas bersamanya.

Dia hanya orang asing yang tergila-gila padanya.
   Dan dia telah kehilangan kesuciannya, karena orang itu.
   Aira terus mensugesti dirinya seperti itu. ia tidak boleh terlalu banyak berharap


   Erland melajukan mobilnya menuju salah satu rumah yang letaknya agak ke dalam hutan. Pagi tadi ia sudah memaksa Ibu Nana untuk menuliskan denah rumah Aira dan setelah mendapatkannya, ia langsung pergi ke sana. Ia tidak dapat menunggu. Ia ingin langsung bertindak sekarang juga. Ia ingin mencari keberadaan Aira sekarang juga.
   Perasaan yang berkecamuk tadi malam masih ia rasakan. Seperti sebuah portal, ia merasa terhubung dengan Aira. Ia yakin kalau Aira juga memikirkannya tadi malam sama seperti dirinya.
   Ia ingin semua ini berakhir dengan cepat sekarang. Ia butuh kepastian atas semua ini. Ia sudah sering diselamatkan. Pertemuannya dengan Aira bukanlah sebuah kebetulan. Ini semua pasti sudah ditakdirkan. Pilihannya untuk di sini dan semua yang telah terjadi… semua yang terjadi adalah untuk menghubungkannya dengan Aira.
   Sekarang gilirannya untuk menyelamatkannya.
   Erland berhenti di depan sebuah rumah bErlandtai dua yang terlihat suram. Rumah itu berdiri di tengah halamannya yang luas dengan warna cat putih yang pudar. Tidak ada rumah lain selain rumah itu di sekitar sana. Ia keluar dari mobilnya dan mengecek alamatnya. Ya, denahnya di sini dengan nomor yang sama. Ia berjalan masuk ke dalamnya. Banyak daun berguguran di halamannya. Jelas sekali rumah ini sudah sangat lama ditinggalkan. Ia menoleh ke kiri dan mendapati kebun bunga matahari kecil yang tidak terawat lagi. Bunganya tumbuh liar.
   Erland yakin kalau ini adalah rumah Aira. Ia berjalan pelan menuju pintu sambil memperhatikan kesekelilingnya. Sangat berdebu, kotor, dan tak terawat. Ia menekan gagang pintunya dan… terbuka.
   Raut bingung menyertai wajahnya. Apa Aira telah kembali?
   Tanpa basa-basi Erland menerobos masuk dan memanggil namanya. Ia menyusuri ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, kamar mandi, kamar utama dan lantai atas. Di lantai atas hanya ada satu ruangan. Ia mengetuk pintunya.
   “Aira? Apa kau di dalam?”
   Erland menunggu jawaban. Hening. Tidak ada jawaban. Akhirnya ia membuka pintunya dan mendapati sebuah kamar tidur. Kamar itu bewarna hijau lembut yang membuatnya teringat dengan ruangan Dr. Patrick. Hanya saja dari pernak perniknya ia tahu kalau kamar ini adalah kamar perempuan.
   Ia melangkah masuk ke dalamnya. Matanya tertuju pada sebuah piano yang terletak di dekat pintu jendelanya. Kamar Aira kah?
   Ia memandang berkeliling dan melihat foto-foto yang ada di dinding. Ia melangkah menuju piano itu dan melihat sebuah kamera Polaroid yang terbungkus debu. Di bawahnya ada sebuah buku catatan yang tebal. Erland mengambilnya dan duduk di kursi yang ia temukan.
   Buku itu benar-benar berdebu. Seperti menemukan sebuah buku tua, ia mengembuskan debunya kemudian membukanya.  Ia kaget karena ternyata ada banyak foto di sana. Bukan hanya foto Nana, tapi juga foto Erland sendiri yang entah kapan diambilnya. Semuanya diberi catatan dibawahnya. Erland membuka halaman-halaman berikutnya dan melihat foto restoran keluarganya tempat ia pernah bermain piano. Di bawah foto itu ia menulis:
   Aku bisa merasakan tatapan dingin seseorang sewaktu pertama kali memasuki restoran ini. karena itulah aku ingin mereka tahu kalau aku tidak pantas ditatap seperti itu. Pianonya sangat bagus. Aku menyukainya. Sayangnya aku memainkan beberapa nada sumbang di dalamnya. Apa ada yang menyadarinya? Semoga tidak.
Di bawah foto Nana ia meulis:
   “Aku akan mempercayai apa yang aku percayai.”.
Di bawah foto Nana yang lain ia menulis:
   Nana itu… Sangat tomboy… ia terlalu menyukai teman masa kecilnya itu.
Dan Erland tersenyum mendapati fotonya di lembar berikutnya. Aira benar-benar seperti paparazzi. Ia sangat sulit ditebak. Rasa sayangnya memang susah ditunjukkannya secara blak-blakkan karena orang-orang terlanjur takut padanya. Di bawah fotonya ia menulis:
Orang kaya menyebalkan!
Kening Erland langsung berkerut. Lalu ia tertawa membaca komentar singkat tersebut. Aira memperhatikan dirinya rupanya. Erland sangat puas dan bisa merasakan rasa sayangnya meningkat beberapa kali lipat.
Lalu ia membalik ke halaman berikutnya. Ada foto bunga matahari di kebunnya. Foto matahari terbenam dan  foto Aira sendiri  yang sedang tersenyum sambil memegang sebuah kunci ditangannya. Di bawah foto itu ia menulis: Supaya tidak lupa.
 Ia terus membalik lembar demi lembar buku itu. Tapi ia tidak menemukan apa yang ia cari. Kemudian ia menatap kesekelilingnya dan mulai memeriksa lemari bukunya. Tapi tidak ada petunjuk.
Ia beralih memeriksa laci meja belajarnya. Tapi hasilnya nihil. Akhirnya ia duduk di depan piano itu. Ia kemudian mencari lagi kesemua sudut ruangan. Tapi tidak menemukan apa-apa. Ia sudah memeriksa semuanya kecuali…
Matanya tertuju kearah piano itu. Ia belum memeriksanya di sana. Ia membuka penutup senarnya dan mendapati sesuatu di dalamnya. Sebuah buku lagi. Erland mengambilnya dan mulai membuka isinya. Ia membaca lembar demi lembar tulisan Aira dengan wajah serius dan menemukan semua jawaban dari pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya.
Kemarahan itu datang dan membakarnya.
Ia tahu sekarang siapa orang yang sangat ingin Aira bunuh.
Dan jika Aira mau, ia rela melakukannya untuknya.

You Might Also Like

0 comments: