She #30 - Rain
“Aya mengkhianatinya,” Rossa bercerita
pada Ren sekarang saat mereka berdua berpapasan di jalan. “Dan itu terjadi
sekitar empat tahun lalu. Kamu harus tahu kalau Andrea sangat tergila-gila
dengan gadis itu. Dia sangat ceria, menyenangkan, menghibur, dan sangat mudah
diajak bicara. Sayangnya dia membuat satu masalah.”
“Apa?” tanya Ren.
“Waktu itu ia diam-diam menjual proposal
tesis Andrea kepada temannya dan mendapat banyak uang dari sana. Data itu
dihapusnya dan ia berbohong kalau Ferry yang melakukannya.”
“Apa?” kali ini Ren kaget karena ini
masalah serius.
“Andrea sedang mengejar mimpinya dan
sangat bersemangat menceritakan penelitiannya pada Aya. Tapi karena masalah itu
hubungan Andrea dan Ferry memburuk dan benar-benar sangat buruk untuk pertama
kalinya. Ia mengamuk, mengacak-acak barnya hingga akhirnya Mint datang dan
berkata kalau Ferry tidak mungkin melakukannya.”
“Bagaimana caranya?”
“Saat itu Mint sedang bersama Ferry,
bahkan Ferry sendiri tidak tahu kalau Andrea membawa proposalnya. Dan pada saat
itu alibi Aya jadi lemah. Apalagi Aya bilang kalau dia tidak mungkin
mengambilnya dari dalam lemari. Andrea curiga karena ia tidak pernah mengatakan
pada Aya kalau ia menyimpannya di lemari. Selama ini hanya Andrea yang tahu di
mana proposal itu disimpan.”
Ren meringis. Licik! Sungguh licik! Ia
tahu kalau Andrea adalah seorang akademisi yang artinya nyawa penelitiannya
adalah separuh dari nyawa hidupnya. Dan Aya mengkhianatinya.
“Saat itu Aya hanya pura-pura tertarik
padanya. Misinya hanya untuk mendapatkan proposal itu. Tapi aku nggak nyangka
kalau dia benar-benar suka padanya. Itu kejutan.”
“Ya. Sangat bikin terkejut!” kata Ren
kagum.
“Dan sejak saat itu, sampai sekarang,
dia selalu membatasi dirinya terhadap wanita. Aya itu cinta pertamanya dan juga
orang pertama yang membuatnya terpuruk.”
“Trauma?” tanya Ren.
“Anggap saja begitu. Dia sama sekali
nggak pernah berhubungan khusus dengan seseorang… setidaknya sampai beberapa
hari lalu.”
Ren tidak mengerti.
Ia tidak tahu apa dia harus simpati atau
harus memberi ucapan selamat pada pria itu. Yang jelas, saat Ren melihat
punggungnya hari ini dari meja bar, ia merasa bingung. Kebingungan yang aneh
karena ia sendiri tidak tahu harus membuka pembicaraan seperti apa jika bertemu
dia lagi nanti.
Dan sampai pagi mereka sama sekali tidak
bertemu dan bicara. Kesal dengan itu, akhirnya ia mencari pria itu sampai ke
lantai dua dan ke atap. Ia melihat Andrea sedang duduk menatap sinar-sinar
matahari terbit di timur.
“Apa aku membuatmu susah?” tanya Ren
tiba-tiba yang membuat pria itu terkejut.
“Ya ampun! Kukira hantu!” ia memegang
dadanya.
Ren mendesis dan duduk di sampingnya.
“Nah, jawab! Apa ada yang salah? Atau kamu kesal karena aku mengeluh kemarin?”
Andrea menarik sudut bibirnya dan
tertawa, “Nggak,” jawabnya.
Ren memperhatikannya sejenak sebelum
berkata, “Aku tahu hubungan kalian berdua.”
“Apa?”
“Kamu dan Aya… dan juga tragedi proposal
tesismu.”
Andrea berkedip dan ingin bicara tapi
Ren memotong, “Tapi aku nggak akan mengungkitnya. Itu masa lalu. Masa lalu
selalu ada di belakang. Ya kan?”
Andrea mengulum senyumnya. Ren jelas
tidak mau repot. Ia menghela napasnya dan bersandar dengan kedua lengannya.
“Yah… Akhirnya penasaran juga ya?”
godanya.
Ren mengangkat bahunya.
“Aku sudah bicara dengannya,” aku pria
itu.
“Apa?” Ren kaget.
“Aku sudah bicara dan sudah menjelaskan
semuanya. Aku nggak percaya kalau dulu aku suka sama dia,” Andrea menggeleng
heran. “Kok bisa ya?”
Ren tertawa kecil. Ia juga tidak
menyangka kalau Andrea bisa terluka sedalam itu.
Jika dipikir-pikir lagi apa yang dia
tahu tentang Andrea ternyata banyak juga. Malaikat di kampus, iblis menawan,
akademisi, punya pergaulan gelap… Ya ampun! Dia sangat kompleks. Dan Ren hampir
lupa satu kenyataan yang tidak nyambung dengan pernyataan Rossa tadi.
“Tapi aku heran,” Ren mengungkapkan
kecemasannya sekarang. “Rossa bilang kamu membatasi diri dengan wanita. Tapi
kamu punya istri, kan?”
Andrea tertawa. Sepertinya ia sadar
kalau gadis itu lupa dengan posisi mereka yang sesungguhnya. Dosen dan
mahasiswa! Ya ampun! Sejak kapan semuanya berubah?
“Aku belum punya istri. Itu yang mau
kamu dengar?” tanyanya sambil tersenyum santai.
Ren terbelalak. “Nggak mungkin!”
Dan Andrea tertawa lagi. “Aku nggak akan
mengambil pernikahan semudah itu. Aku nggak akan menikah dengan sembarang
orang. Gimana?”
Ren masih menatapnya dengan tatapan
tidak percaya. Lalu dengan ajaib senyumnya muncul dan Ren tertawa. Potongan
jawabannya sudah lengkap.
“Yaah… Oke,” ia menatap ke cakrawala,
melemparkan senyumnya ke sana dan akhirnya berkata dengan nada geli, “Aku nggak
bisa bayangin siapa yang akan jadi istrimu mengingat aslinya kamu menyeramkan!”
“Oh ya?”
“Protektif. Pembaca pikiran. Sadis.
Kejam. Dingin…”
Andrea tertawa saat Ren membaca semua
hal yang diketahuinya.
“Wanita itu pasti gila!”
0 comments: