She #30 - Rain

2:44 PM fe 0 Comments



“Aya mengkhianatinya,” Rossa bercerita pada Ren sekarang saat mereka berdua berpapasan di jalan. “Dan itu terjadi sekitar empat tahun lalu. Kamu harus tahu kalau Andrea sangat tergila-gila dengan gadis itu. Dia sangat ceria, menyenangkan, menghibur, dan sangat mudah diajak bicara. Sayangnya dia membuat satu masalah.”
“Apa?” tanya Ren.
“Waktu itu ia diam-diam menjual proposal tesis Andrea kepada temannya dan mendapat banyak uang dari sana. Data itu dihapusnya dan ia berbohong kalau Ferry yang melakukannya.”
“Apa?” kali ini Ren kaget karena ini masalah serius.

“Andrea sedang mengejar mimpinya dan sangat bersemangat menceritakan penelitiannya pada Aya. Tapi karena masalah itu hubungan Andrea dan Ferry memburuk dan benar-benar sangat buruk untuk pertama kalinya. Ia mengamuk, mengacak-acak barnya hingga akhirnya Mint datang dan berkata kalau Ferry tidak mungkin melakukannya.”
“Bagaimana caranya?”
“Saat itu Mint sedang bersama Ferry, bahkan Ferry sendiri tidak tahu kalau Andrea membawa proposalnya. Dan pada saat itu alibi Aya jadi lemah. Apalagi Aya bilang kalau dia tidak mungkin mengambilnya dari dalam lemari. Andrea curiga karena ia tidak pernah mengatakan pada Aya kalau ia menyimpannya di lemari. Selama ini hanya Andrea yang tahu di mana proposal itu disimpan.”
Ren meringis. Licik! Sungguh licik! Ia tahu kalau Andrea adalah seorang akademisi yang artinya nyawa penelitiannya adalah separuh dari nyawa hidupnya. Dan Aya mengkhianatinya.
“Saat itu Aya hanya pura-pura tertarik padanya. Misinya hanya untuk mendapatkan proposal itu. Tapi aku nggak nyangka kalau dia benar-benar suka padanya. Itu kejutan.”
“Ya. Sangat bikin terkejut!” kata Ren kagum.
“Dan sejak saat itu, sampai sekarang, dia selalu membatasi dirinya terhadap wanita. Aya itu cinta pertamanya dan juga orang pertama yang membuatnya terpuruk.”
“Trauma?” tanya Ren.
“Anggap saja begitu. Dia sama sekali nggak pernah berhubungan khusus dengan seseorang… setidaknya sampai beberapa hari lalu.”
Ren tidak mengerti.


Ia tidak tahu apa dia harus simpati atau harus memberi ucapan selamat pada pria itu. Yang jelas, saat Ren melihat punggungnya hari ini dari meja bar, ia merasa bingung. Kebingungan yang aneh karena ia sendiri tidak tahu harus membuka pembicaraan seperti apa jika bertemu dia lagi nanti.
Dan sampai pagi mereka sama sekali tidak bertemu dan bicara. Kesal dengan itu, akhirnya ia mencari pria itu sampai ke lantai dua dan ke atap. Ia melihat Andrea sedang duduk menatap sinar-sinar matahari terbit di timur.
“Apa aku membuatmu susah?” tanya Ren tiba-tiba yang membuat pria itu terkejut.
“Ya ampun! Kukira hantu!” ia memegang dadanya.
Ren mendesis dan duduk di sampingnya. “Nah, jawab! Apa ada yang salah? Atau kamu kesal karena aku mengeluh kemarin?”
Andrea menarik sudut bibirnya dan tertawa, “Nggak,” jawabnya.
Ren memperhatikannya sejenak sebelum berkata, “Aku tahu hubungan kalian berdua.”
“Apa?”
“Kamu dan Aya… dan juga tragedi proposal tesismu.”
Andrea berkedip dan ingin bicara tapi Ren memotong, “Tapi aku nggak akan mengungkitnya. Itu masa lalu. Masa lalu selalu ada di belakang. Ya kan?”
Andrea mengulum senyumnya. Ren jelas tidak mau repot. Ia menghela napasnya dan bersandar dengan kedua lengannya.
“Yah… Akhirnya penasaran juga ya?” godanya.
Ren mengangkat bahunya.
“Aku sudah bicara dengannya,” aku pria itu.
“Apa?” Ren kaget.
“Aku sudah bicara dan sudah menjelaskan semuanya. Aku nggak percaya kalau dulu aku suka sama dia,” Andrea menggeleng heran. “Kok bisa ya?”
Ren tertawa kecil. Ia juga tidak menyangka kalau Andrea bisa terluka sedalam itu.
Jika dipikir-pikir lagi apa yang dia tahu tentang Andrea ternyata banyak juga. Malaikat di kampus, iblis menawan, akademisi, punya pergaulan gelap… Ya ampun! Dia sangat kompleks. Dan Ren hampir lupa satu kenyataan yang tidak nyambung dengan pernyataan Rossa tadi.
“Tapi aku heran,” Ren mengungkapkan kecemasannya sekarang. “Rossa bilang kamu membatasi diri dengan wanita. Tapi kamu punya istri, kan?”
Andrea tertawa. Sepertinya ia sadar kalau gadis itu lupa dengan posisi mereka yang sesungguhnya. Dosen dan mahasiswa! Ya ampun! Sejak kapan semuanya berubah?
“Aku belum punya istri. Itu yang mau kamu dengar?” tanyanya sambil tersenyum santai.
Ren terbelalak. “Nggak mungkin!”
Dan Andrea tertawa lagi. “Aku nggak akan mengambil pernikahan semudah itu. Aku nggak akan menikah dengan sembarang orang. Gimana?”
Ren masih menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Lalu dengan ajaib senyumnya muncul dan Ren tertawa. Potongan jawabannya sudah lengkap.
“Yaah… Oke,” ia menatap ke cakrawala, melemparkan senyumnya ke sana dan akhirnya berkata dengan nada geli, “Aku nggak bisa bayangin siapa yang akan jadi istrimu mengingat aslinya kamu menyeramkan!”
“Oh ya?”
“Protektif. Pembaca pikiran. Sadis. Kejam. Dingin…”
Andrea tertawa saat Ren membaca semua hal yang diketahuinya.
“Wanita itu pasti gila!”

You Might Also Like

0 comments: