BUTTERFLY’S IN THE SKY (By: f.s.Andina)

11:03 AM fe 0 Comments

-->


Tepatnya dua bulan lalu, Ageha Sakura berjalan dari kelasnya menuju klubnya sambil membawa selembar surat. Tentu saja surat itu berisi satu keputusan yang besar dalam hidupnya. Dia takkan menyentuh apapun lagi yang berhubungan dengan renang. Predikatnya sebagai juara dua kali beturut-turut di Interhigh pun kini hanya menjadi bagian dari sejarah masa lalunya yang indah. Bagaimanapun juga ia telah memutuskan untuk meninggalakan Tokyo dan berangkat ke Okinawa dan meninggalkan impiannya untuk selamanya.



Dengan cepat ia melangkah ke dalam ruang klub dan menemui pelatihnya. Ia sama sekali tidak mengucapkan kata selamat tinggal pada teman-temannya karena memang dia tidak punya teman di sana. Tapi semua itu sudah hal yang biasa baginya. Namun, bukan karena rasa tidak tahannya itu yang membuatnya terpaksa menghilang dari mimpi-mimpinya itu. Ada satu hal khusus yang membuatnya harus segera pergi. Dan bagaimana pun juga, impiannya harus dihapus!!


Okinawa bukanlah tempat yang buruk. Di sini ada laut yang indah tempat di mana matahari terbit dan ia sealu berdiri di sana setiap pagi, memandang lurus ke depan sana tanpa ekspresi. Sudah dua bulan ia begini, padahal ditempat barunya ini ia sangat diterima dengan baik, tidak seperti Tokyo yang terasa kejam baginya. Di sekolah barunya ini ia punya teman dan ia tidak terkat dengan kegiatan klubnya lagi. 


Pagi ini seperti biasa ia selalu menghentikan sepedanya di sana dan duduk di atas hamparan pasir yang luas memandang sambil menghadap ke laut. Ia memandang ombak yang saling berkejar-kejaran dengan cepat di depan sana dan merasakan hembusan angina yang sedikit kencang. Namun karena ia begitu fokus, ia tidak menyadari kehadiran seseorang di belakngnya.


“Wah… Sudah keduluan ya,” kata orang itu. 


Spontan, Ageha yang dari tadi cuma duduk diam saja langsung menoleh ke belakang dan melihat seorang pemuda berpostur tinggi dengan kacamatanya sedang berdiri di sampingnya.


“Dokter Reigawa, kenapa di sini?” tanyanya sambil berdiri..


“Gara-gara kebiasaaanmu itu aku juga ikut-ikutan ke sini… Tapi sudahlah, ini bukan hal buruk, kan! Oh ya, bagaimana keadaanmu sekarang?” Tanyanya. 


“Tidak apa-apa meskipun harus bolak-balik rumah sakit…”


“Aku sudah menyarankan agar kau berhenti sekolah. Apa kau tidak cemas kalau…”


“Aku tahu!” Potongya cepat. ”Aku tahu… Aku juga takut kalau mereka sampai tahu. Tapi aku takut kalau sampai kehilangan mereka. Selama ini hanya sedikit yang mau menerimaku sepereti itu. Di tempatku yang dulu, mereka semua tidak ingin bersamaku, apalagi mendekatiku.“


“Ya, aku tahu.”


“Padahal aku datang ke sini dua bulan lalu dan saat itu aku sama sekali belum tahu hasil pemeriksaan darahku. Tapi setelah tahu…” wajahnya murung lagi. Ia diam dan tak meneruskan kata-katanya. 


Sebagai dokter yang menangani penyakitnya, Rei mengerti kalau pasiennya yang satu ini selalu merasa kesepian. Karena ia dianggap jenius, selalu ditinggi-tinggikan gurunya, maka teman-temannnya langsung menjaga jarak dengannya. Sebenarnya Rei tidak tahu kalau dia populer dibidang apa. Yang ia tahu kalau ia adalah salah satu anggota tim renang di sekolahnya dulu, hanya saja entah digaya apa… Tapi, ia mengerti kalau ditempat yang baru ia datangi ini, ia menemukan hal-hal yang tidak ia temukan selama berada di Tokyo. 


“Aku… pasti akan bertambah kurus, ya…,” gumamnya sambil teresenyum perih.


Rei tidak menanggapi kata-kata pasiennya itu. “Jangan lupa, nanti ada pemeriksaan rutin,”katanya. “Baiklah, aku pergi dulu. Jangan terlalu lelah,ya!” setelah berkata begitu ia pun pergi. 


Ageha pun memutuskan untuk berjalan menuju sepedanya. Namun, saat ia berbalik, Naomi yang merupakan teman sekelasnya telah berdiri di sana. Spontan Ageha terkejut dengan kehadiran temannya itu. Ageha mulai takut berhadapan dengannya. Apa dia mendengar pembicaraan mereka?


“Naomi… Sejak kapan kau…”


“Dari tadi. “ Potongnya cepat dengan wajah yang biasa-biasa saja..”Maaf ya… Tadi aku tidak sengaja mendengar pembicaraan kalian…”


Ageha langsung bergetar hebat. Ia tidak tahu harus berkata apa pada Naomi yang kritis itu. Dengan cepat ia berusaha mencari jawaban yang tepat untuk dilontarkan padanya.
“Sebenarnya kau sakit apa?” Tanyanya lagi.


Ageha tahu kalau ia pasti akan menanyakan hal itu. Untuk sesaat ia tidak bisa menjawab apapun. Ia masih berharap agar ada satu jawaban yang tepat. Tapi, apa ada alasan yang bagus? Ini memang tidak baik. Tapi ia akui kalu ia belum siap semua orang tahu tentang apa yang dideritanya sekarang.


“Ageha?” Tegur Naomi lagi.


“Ah! Tidak…“ Ageha langsung tersadar dari lamunannya. 


“Apa penyakitmu parah?” Naomi belum mau menyerah juga. 


Ageha tahu kalu dia bukanlah tipe orang yang suka menunggu. Karena itu ia merasa resah sekarang.


“Ya…” katanya pelan. “Penyakitku parah…”


Naomi terkejut mendengar hal itu.”Apa?” Ucapnya langsung.


“Kekebalan tubuhku tidak kuat…Aku ini lemah,” sambungnya lagi.


Merekapun terdiam. Namun, dengan jawaban Ageha tadi, secara tidak langsung ia telah memberikan jawaban atas penyakit yang ada padanya.


“Jangan khawatir! Aku tidak apa-apa meskipun harus bolak-balik rumah sakit. Lagi pula penyaki ini sudah lama bersamaku,” katanya sambil tersenyum. Ia pun naik kesepedanya. “Ayo, Naomi!” Ajaknya pada temannya itu yang masih kaget denga pengakuannya.


“Baiklah…,” jawabnya setelah dirinya agak tenang. Ia pun menaiki sepedanya dan kemudian melaju kencang menuju sekolah. 


Sebenarnya di dalam hati Ageha sekarang, ia sangan khawatir akan temannya yang satu ini. Naomi tergabung dalam klub Pencari Berita di sekolah mereka. Kemudian tadi ia juga mendengar pembicaraan antara dirinya dengan dokter Rei. Bukan tidak mungkin kalau Naomi tahu tentang siapa dirinya sebenarnya. Ia juga menyesal atas jawabannya tadi. Namun, pikiran buruk ini segera disingkirkannya. Meskipun teman-temannya tahu kalau badannya ini lemah, tapi tidak ada satupun yang tahu kalau dia harus check up ke rumah sakit. Namun hari ini, satu orang sudah tahu rahasianya dan ia hanya berharap agar jawabannya tadi tidak menimbulkan macam-macam pendapat. 


Di halaman parkir sekolah mereka yang luas, mereka berhenti dan memarkir sepedanya. Lapangan ini sepi, hanya mereka saja yang baru dating pagi ini.


“Ageha, Naomi, selamat pagi!” Sapa seseorang yang baru datang dengan sepedanya. 


“Pagi…,” jawab mereka berdua. 


“Ageha, masih ingat aku?” Tanyanya.


Ageha berpikir sejenak dan mengamati wajahnya. Memang, rasanya mereka pernah bertemu, tapi ia lupa kapan..


“Hei, Ageha! Masa kau tidak kenal dia?” Bisik Naomi yang menegurnya karena tahu ia sedang bingung.


“Ah! Sudah lupa ya? Sayang sekali… Aku Nana Hanchirou, kapten renang tim putri di sekolah ini. Kita pernah bertemu di atap sekolah dua bulan lau, tepatnya saat kau baru pindah kemari,”jelasnya.


“Oh! Kau Nana yang waktu itu!” Ingatan Ageha kemabali lagi. ”Maaf ya, aku lupa, soalnya baru sekali bertemu,” katanya lagi. 


“Tidak apa-apa… Aku kan penggemarmu! Dan selalu begitu.” Katanya semangat. 


“Penggemar?” Naomi pun jadi penasaran.”Memangnya Ageha sepopuler itu?” Tanyanya.


“Ah, tidak. Aku bukan orang yang popular kok,” sahutnya cepat.


“Bohong! Mana mungkin kamu tidak popular kalau seorang kapten sehebat dia menjadi penggenarmu!” Naomi mulai bersikap kritis lagi. “Memangnya kau popular dibidang apa?” 


Ageha bisa tidak menjawab apa-apa. Mulutnya terkunci rapat. Diam-diam dalam hatinya timbul rasa kesal karena bertemu dengan Nana, orang yang tahu siapa dirinya.


Naomi, sekarang kita banyak PR kan? Ayo cepat kita selesaikan,” ajaknya cepat agar Naomi tidak banyak tanyak lagi.


“Iya juga, sih. Tapi aku tidak mau. Katakan dulu kau itu popular dibidang apa.” 


“Itu tidak penting …ayo kita pergi!” Ajaknya tenang . 


“Tidak mau! Kau harus bilang dulu!”


“Naomi! Jangan dipikirkan!”


“Tidak!” Lawannya tegas. “Apa salahnya aku tahu hal itu. Lagi pula itukan sesuatu yang membanggakan, jadi kenapa harus malu? Ah! Yang malu itu seharusnya aku! Aku ini anggota klub Pencari Berita, tapi tidak tahu sesuatu yang sebesar ini…,” 


“Kau tidak perlu tahu, Naomi! Sudahlah!” 


“Hei! Kau ini aneh. Kenapa hal itu harus disembunyikan?” Nana tiba-tiba bereaksi.


“Benar! Kenapa harus diam? Jangan pikir semua orang itu sama, ya! Aku takkan pernah malu jadi temanmu. Tapi hebat juga ya, meskipun tubuhmu lemah, tapi kau bisa membuat orang-orang kagum padamu,” kata Naomi bangga.


Tiba-tiba semuanya hening begitu saja. Ageha hanya terdiam dengan wajah cemasnya dan Nana justru menampakkan raut keterkejutan luar biasa di wajahnya. Hanya Naomi yang masih bersikap biasa-biasa saja. Tapi ia segera mengubah sikapnya itu karena melihat hal yang tidak menyenangkan itu. 


“Kenapa?” Tanyanya pelan dan tidak mengerti. 


Namun dua orang yang ada di depannya itu tidak menjawab pertanyaan itu. Nana akhirnya melirik kearah Ageha yang sedikit menunduk dengan wajah cemas.


“Apa maksudmu, Naomi? Tubuhnya lemah?” tanyanya pada Naomi.
“I… Iya… Kenapa? Sejak dia masuk ke sini dia memang kelihatan agak lemah. Memang sih, tidak banyak tahu tentang itu…” Jawabnya sedikit gugup pada Nana yang sedang serius. 


“Hei! Apa benar kau Ageha Sakura itu?” tanyanya pada Ageha. 


Ageha meneguk sedikit air ludahnya dan bersiap memberikan jawaban .” Ya… Aku Ageha Sakura,” jawabnya sambil berusaha tenang. 


Nana memperhatikan wajahnya sambil mengerutkan keningnya. 


“Atau kau kembarannya?” Tanyanya lagi. Tapi ia buru-buru mengkoreksi. ”Tidak! Ageha Sakura tidak punya saudara kembar. Kalaupun kebetulan mirip, kau ini terlalu mirip dengannya… Tapi aneh… Kenapa orang selemah itu dapat berenang secepat itu?”


Ageha tetap diam tak bergeming. Kini giliran Naomi yang benar-benar terkejut. “Apa? Berenang?” Ulangnya kaget.


“Kau tidak tahu ya, berita setahun lalu? Tahun lalu, dikejuaraan interhigh, dialah yang menjadi juara pertamanya! Dia adalah pemegang rekor tercepat selama dua kali berturut-turut!”


“Benarkah?!”


“Mana mungkin orang yang badannya lemah bisa melakukan itu, atau… Dia pura-pura sakit?”


“Tidak!” Potong Naomi cepat. “Dia benar-benar sakit. Tepi entah apa nama penyakitnya…”


“Ageha, sebenarnya kau sakit apa sampai-sampai ingin pindah kemari? Padahal sekolahmu dulu kan bagus. Sebenarnya kau kenapa?” Tanya Nana.


Ageha tidak bisa bersuara sedikitpun. Ia mundur perlahan ke belakang dan menahan rasa sesak didadanya. Apapun itu, alasan dia mengubur impiannya, alasan ia pindah ke Okinawa, alasan ia selalu memandang laut… Siapapun tidak boleh ada yang tahu!!


“Ageha…,” Nana memanggilnya.


“Maaf, Nana… Tawaranmu untuk masuk ketimmu kutolak, karena …” ia mencoba mengangkat wajahnya mencoba tegar dengan senyumannya dan air matanya, “karena… Aku adalah kupu-kupu yang takkan bisa terbang lagi!”


“AGEHA!!” panggil mereka berdua. Namun ia telah berlari cepat, secepat angin yang berhembus di laut hari ini. 


Sedikitpun ia tidak mau menoleh ke belakang karena itu menyakitkan dan amat sangat menyakitkan baginya. Dalam hati ia mengutuk hari. Dalam hati ia pun bertanya-tanya, kenapa ia harus bertemu Naomi? kenapa harus bertemu Nana? Kenapa ia tidak mengikuti saran dokter Rei? Kenapa ia jadi terkurung begini? Kenapa penyakit ini harus ada dalam tubuhnya? Kenapa ia harus melepas impiannya yang sudah ada dalam genggaman tangannya? Kenapa dia harus hidup? Kenapa dia harus sendirian?


Penyesalan itu menyergap hatinya dan ia merasa dunianya menyempit sekarang. Ia berpikir bahwa ia begitu bodoh! Amat sangat bodoh! Seandainya saja ia memutuskan untuk berhenti sekolah, mungkin ia takkan terperangkap seperti ini! Seharusnya ia berhenti saja sekarang. Kehilangan siapapun boleh… Kehilangan apapun boleh… Meskipun ia baru saja yakin kalau dia akan baik-baik saja karena hanya lingkungan ini yang mau menerima kehadirannya dan mau mengakui kehadirannya.


Tanpa sadar ia telah tiba di halaman rumah sakit Imagawa, tempat ia biasa memeriksakan diri dan tempat dokter Reigawa bertugas. Ia terduduk di tanah dengan napas yang memburu dan sesak. Bahunya turun naik dan keringatnya mengalir deras tanpa henti. Ia mulai merasa pusing dan bisa merasakan kalau demamnya bangkit lagi. Kerongkongannya terasa kering dan dingin. Ia merasa kesakitan saat harus mengambil napas. Ia berpegang pada dinding pagar yang ada di dekatnya dan perlahan mencoba berdiri. Rumah sakit ini masih sepi karena ini masih pagi. Ia mengangkat kepalanya dengan pelan dan ia melihat sesosok orang yang dikenalnya di depan sana sedang berjalan dengan pelan ke luar pintu utama. 


Ageha ingin memanggil orang itu, namun ia segera mengurungkan niatnya. Baginya, dokter Reigawa itu terlalu baik. Ia tidak ingin membuat orang itu susah atas masalahnya. Banyak mengeluh adalah hal yang tidak baik, meskipun ia selalu mengeluh terhadap hari-harinya yang sepi dan sendiri.


***


“Jadi, Ageha adalah orang yang dijuluki si jenius itu?!” ulang Naomi.


“Benar! Dia orangnya. Dia adalah orang yang hebat. Ia selalu bisa mempertahakan rekor kecepatannya. Sesuai dengan namanya, Ageha, dia benar-benar seperti seekor kupu-kupu. Ia sangat menguasai gaya kupu-kupu. Gerakan kedua tangannya seperti kepakan sayap kupu-kupu yang indah. Dia itu sebenarnya sangat terkenal. Namun, tiba-tiba saja aku dapat kabar kalau ia ingin pindah dari sekolah terkenal itu.


“Ku pikir, itu tindakan yang bodoh. Namun, saat aku tahu kalau dia pindah kemari, aku segera mencarinya dan menawarinya masuk ke klub. Tapi dia malah menolak dan tidak mau bilang alasannya. Setelah itu, agak susah juga menemuinya.”


“Kalau begitu, sebenarnya dia kenapa?” Naomi pun jadi bertanya-tanya. ”Apa dia kecelakaaan…? Atau jangan-jangan bahunya hancur?”


Nana menggeleng pelan tanda tidak tahu jawabannya. Mereka berduapun terdiam dan mulai mendengar kalau sekolah mereka sudah mulai berisik. Sudah banyak siswa yang datang sekarang. Naomi berdiri dari kursi yang sudah dari tadi didudukinya. 


“Maaf ya, aku harus ke kelas dulu,” katanya.


“ya,”


***


Sore pun perlahan menjelang. Bel sekolah sudah berdentang dan semua siswa memulai kegiatan ekstrakurikuler mereka masing-masing. Naomi berdiri di depan sepedanya dan Ageha. Hari ini Ageha tidak kembali ke sekolah. Ia juga tidak datang meskipun hanya untuk mengambil sepedanya.


Karena hal itulah, ia memutuskan untuk bolos kegiatan klub hari ini. Dengan berbekal kertas kecil yang bertuliskan alamat temannya itu, ia bermaksud untuk mengantarkan sepeda itu sampai ketangan sipemiliknya. Meskipun agak repot, tapi ia tetap saja menggiring sepeda itu.


Panas hari ini sudah menyelimutinya sejak ia berjalan dengan menggiring dua sepeda itu. Namun ia tidak mau mengeluh meskipun ia basah besimbah keringat. Ia berjalan melewati jalan pinggir laut. Di depan sana ada bengkolan yang menanjak. Ia pun mendaki tanjakan itu dengan susah payah. Setelah hampir 80 meter ia mendaki, akhirnya di depan sana ia menemukan sebuah rumah dipinggir kanan jalan.rumah sederhana yang menghadap ke lau itu dipenuhi dengan tanaman-tanaman yang lebat dengan halaman yang bersih terawat.


Setelah memastikan bahwa ini adalah alamat yang dicarinya, ia pun segera mengetuk pintu. Tak lama kemudian seorang nenek datang membukakan pintu untuknya. Rambut nenek itu memang sudah memutih semua, namun ia masih terlihat kuat. 


“Selamat sore, nenek… Apa benar ini rumah Ageha Sakura?” tanyanya langsung.


“Oh… temannya Ageha, ya?!” tanyanya.


“Benar. Saya Naomi Minamoto, teman sekelasnya. Saya kemari untuk mengantar sepedanya,” Katanya sopan. Ia tahu kalau kening nenek itu mengerut tanda keheranan.


“Aneh… Kenapa dia bisa lupa dengan sepedanya sendiri? Jangan-jangan dia tidak sekolah ya?”


Naomi takjub dengan neneknya ini. Ternyata Ageha punya seorang nenek yang perhatian padanya. Kemudian terbesit satu keputusan dalam dirinya. 


“ Nenek… Apa Ageha itu sakit?” 


mendengar hal itu, nenek itu terdiam sejenak. Ia menunduk dengan mata yang menyiratkan kesedihan yang mendalam. Ada kata-kata yang ingin disampaikannya, namun ia masih menimbang-nimbang hal itu. Naomi mencoba bersabar agar dia mendapatkan satu jawaban yang jelas tentang keanehan pada diri Ageha.


“Ageha, ya… Dia sebenarnya anak yang baik, Namun dia kurang beruntung dalam hal pertemanan. Mungkin karena dari dulu ia selalu mendapat perlakuan khusus dari guru-gurunya hanya karena dia pintar. Karena itulah teman-temannya merasa iri padanya dan merekapun menjaga jarak dengannya. Karena itulah, ia hanya memfokuskan dirinya pada renang. Dia sangat menyukai olah raga itu.


“Namun, suatu hari ia harus divonis untuk tidak melakukan hal disukainya lagi hanya karena ia menolong seorang anak yang terluka! Ia menghentikan luka dijari anak itu dengan menggunakan mulutnya. Namun, ibu anak itu datang dan menamparnya. Karena suatu hal yang aneh datang padanya. Setelah itu ia demam tanpa sebab. Panasnya sangat tinggi. Setelah dirawat sehari, dokter yang memeriksanyapun mengatakan kalau sample darahnya harus diambil untuk pemeriksaaan lebih lanjut dan ia disarankan untuk tidak mengikuti kegiatan yang berat, termasuk berenang dan karena kecurigaan dokter itu, ia tidak boleh meminjam barang apa pun dari orang lain.


“Ageha menuruti hal itu. Kemudian, seiring waktu tubuhnya melemah dan akhirnya, karena tidak sanggup lagi, ia meminta untuk pindah ke Okinawa dan bersikeras untuk sekolah di sini. Namun, sebulan lalu, hasil lab nya keluar dan itu membuatnya menangis semalaman…”


Naomi sepertinya telah dapat menyimpulkan sesuatu dari cerita neneknya tadi. Keningnya mulai berkerut, bukan karena heran, hanya saja ia takut menyatakan kesimpulan sepihaknya ini.


“Jangan-jangan…”


“Ya…,” sahut nenek itu. “Dia terkena HIV!”


Jawaban pelannya itu benar-benar membuatnya takut! Kalau pun bohong… Tidak! Ageha memang sakit. Badannya memang lemah. Ia ingat dengan percakapan Ageha dan orang itu ditepi pantai. Benar, ia telah disarankan untuk berhenti saja sekolah! Tapi Ageha tidak mau! Apa sebenarnya yang ia pikirkan?


“Kumohon… Buat ia berhenti dari sekolahnya!” Mohon nenek itu. 


***


Naomi melaju kencang dengan sepedanya sepulang dari rumah Ageha. Ia menuruni jalan dengan cepat. Dalam pikirannya ia mulai berpikir, apa dia dan teman-temannya telah tertular juga? Tapi, entah kenapa ia yakin kalau itu tidak benar. Ya, sampai sekarang semuanya baik-baik saja. Sampai sekarang semuanya masih sama. Sampai saat ini ia dan teman-temannya masih baik-baik saja. Namun ia marah atas semuanya. Ia terus berkeliling mencari Ageha karena ia tahu yang menjadi masalah sekarang bukanlah penyakitnya, tapi adalah orang itu, Ageha Sakura!


Benar, kalau samapai neneknya sendiri memohon seperti itu padanya, berarti hanya dialah harapan satu-stunya. Kali ini ia harus menjadi orang jahat!
Saat sepedanya melaju kencang dan berbelok ke kiri, ia melihat Ageha yang sedang berdiri sambil menatap lurus kearah lau. Dengan cepat ia menekan rem sepedanya, ia melompat dan membiarkan sepedanya jatuh. Dengan sigap ia berjalan kearah Ageha dan menamparnya!


Satu tamparan kena telak dipipi kirinya. Ageha terkejut bukan main dengan hal itu.


“Apa yang kau pikirkan, hah?” Tanya Naomi langsung.


“Apa maksudmu?”


“Kau pikir aku ini gampang kau bodohi, hah? Kau pikir aku tidak tahu? Aku tahu kau sakit apa sekarang! Aku tahu!!!” Emosi Naomi tidak bisa ditahan lagi. ”Kau pindah kemari karena kau kalau kau tetap di sekolahmu yang dulu, kau akan membuat masalah saja, kan! Sebenarnya kenapa kau di sini? Kalau kau tahu kau sakit apa, kenapa kau masih tetap sekolah? Kenapa tidak berhenti saja? Kau ingin menyebarkan virusmu itu pada kami, ya? Kau itu jahat, egois, ingin menang sendiri! Kau pikir kami ini apa? 


“ Apa kau puas kalau ada orang yang bernasib sama sepertimu? Apa kau tidak tahu, semua yang kau lakukan ini salah! SALAH!!!” Teriaknya keras.


“CUKUP, NAOMI!!!” Teriak Ageha. ”Jangan bicara lagi! Aku tidak punya maksud jahat! Aku tidak ingin begitu! Aku hanya merasa senang bersama kalian, itu saja!” Belanya dengan air mata yang tak dapat dibendungnya lagi.


“Ya, karena kau memang tidak punya teman,kan?! Ageha, ingatlah, ada orang-orang yang baik disekitarmu! Buka matamu!” Katanya lagi. “Kalau ka u terus berada di sekolah itu, itu hanya akan menambah lukamu dan jika semua orang tahu penyakitmu, itu akan lebih parah lagi… Ageha… Ingatlah, kau sebenarnya tidak sendirian…,” setelah berkata begitu, Naomi pergi mengambil sepedanya lagi dan ia meninggalkan Ageha yang menangis tanpa suara sendirian.


Tubuhnya bergetar hebat mendengar pengakuan temannya tadi. Ia pun berlari secepat-cepatnya dengan air mata yang terus mengalir. Ia menghempaskan tasnya kepasir dan terus berlari ke depan sana menuju kehamparan air yang luas, berombak dan dalam. Ia tidak peduli dengan apapun lagi meskipun hari ini ombak sedang mengganas dan tiupan angin yang kencang. 


Apapun itu, ia tidak peduli lagi! Ia merasa ingin segera terbenam, tenggelam ke dasar laut yang biru dan dalam. Ia tidak peduli meskipun air telah mencapai pinggangnya dan langkahnya mulai terasa berat karena air menghambatnya. Ia tetap saja melangkah ke depan hingga satu ombak besar tiba-tiba bersiap datang padanya. Ageha menghentikan langkahnya dan terpana memandang ombak yang hadir di depannya itu. Ia tidak bergerak sedikitpun dengan hal itu.


Ia hanya berdiri diam dan tersenyum dengan air mata yang tetap mengalir dipipinya. Ia membuka tangannya dan membuka lebar kedua tangannya seakan-akan siap meyambut dan memeluk ombak itu. 


Tiba-tiba, ada sepasang tangan yang memeluknya dari belakang. Namun ia tidak bisa melihat siapa orang itu karena dengan cepat gulungan ombak yang ada di depan mereka berdua menganga dan menelan mereka! Pertahanan kaki Ageha hancur dan ia serasa mengambang di dalam air. Sepertinya ada satu kekuatan yang mendorongnya untuk kembali ke tepi pantai seolah-olah laut menentang kehadirannya!


Mereka berdua terbaring dipinggir pantai. Dengan pelan, Ageha membuka matanya. Ia melihat langit senja yang seperti dilumuri darah di atas sana. Tapi ia segera tersadar kalau ada orang lain yang sedang bersamanya dan sedang menggenggam erat tangannya. Ia menolehkan kepalanya kesamping dan terkejut melihat siapa dia.


Orang itu memandangnya dengan mata coklat tuanya yang indah.
“Mungkin kau takkan bisa terbang lagi…,” kata dokter Rei pelan. “Tapi… Kupu-kupu adalah makhluk yang takkan pernah dilupakan. Sekalipun ia tiada, sekalipun jasadnya hancur, tapi jiwa takkan pernah mati… Kau percaya kan!” 


Ageha menggenggam erat tangannya dan menangis sejadi-jadinya. 


***


Aku datang ke sini memang sepertinya untuk melarikan diri dari segalanya, dari mimpiku yang hilang dalam genggaman tanganku. Andai waktu bisa berhenti, aku ingin hidup dengan harapanku, tanpa ada penghalang apapun lagi.


Sendiri pun boleh… Tapi siapa yang bisa sendiri sementara penghalang itu banyak sekali di depan sana. Namun, ditempatku yang baru ini, aku senang karena bisa diakui…Aku bisa melihat hamparan lautan yang biru, dalam dan luas. 


Apapun itu, meskipun aku sangat ingin mengepakkan sayapku yang patah, tetap saja itu hal mustahil, padahal yang hancur adalah aku bukan bahuku!


Benar, aku adalah kupu-kupu yang tak bisa terbang lagi. Namun, memang ada hal-hal yang harus dilupakan untuk tetap melanjutkan hidup, kan! Bukankah hidup itu sebenarnya butuh pengakuan?! 


Imagawa Reigawa, dokter yang selama ini merawat Ageha kembali memasukkan buku itu ke dalam laci belajar Ageha. Sudah hampir genap empat hari semenjak ia pergi dalam tidurnya yang tenang. Ya, kupu-kupu itu telah terbang, tapi bukan terbang ke air yang biru dan dalam, melainkan ke langit yang biru, tinggi dan luas. Takkan ada ombak lagi yang aka menghalangi langkahnya untuk berlayar sejauh mana ia mau. Ya, kupu-kupu itu terbang ke langit dan akan tinggal di sana selamanya. Lihatlah kepakan sayap Ageha yang indah, lalu ketakutannya, ketegarannnya dan kebodohannya… Dia benar-benar istimewa.


You Might Also Like

0 comments: