Me+Coffee #3 - Rain
Rasanya seperti baru sebentar tidur saat ponselku
berdering lagi. Awalnya aku biarkan saja tapi ujung-ujungnya deringan itu tetap
keras kepala membahana berkali-kali walau sempat mati sebentar. Saat aku
meraba-raba letak ponselku dan meraihnya, aku memampangkan layarnya ke muka
supaya bisa melihat nama si penelepon. Dan betapa kagetnya aku saat tahu kalau itu
Zanya.
"Ya, ya. Kenapa? Ada apa?" tanyaku
gelagapan.
''Kau masih tidur? Cepat bangun! Kita kan mau
pemotretan." Zanya mengomel. "Aku sudah di depan. Cepat buka
pintunya!"
Aku melihat jam yang ternyata masih jam enam
pagi. Secepat ini?
Me+Coffee #2 - Rain
Rasanya sangat menyenangkan saat kau pulang ke rumah. Tapi
bukan ke rumah yang berisik sepertiku.
Normalnya seorang anak yang sudah
memiliki pekerjaan sendiri akan punya rumah sendiri. Tapi untuk sekarang aku
tidak punya itu. Apartemenku sedang direnovasi karena atapnya bocor. Rembesan
air itu merusak cat dan dinding. Aku harus banyak melakukan penyelamatan semalam
suntuk demi keselamatan buku dan barang-barangku. Kata pemiliknya ini akan
selesai dalam dua atau tiga hari. Harus ada perbaikan pipa-pipa air tua dan
juga aku harus merogoh saku untuk membeli cat baru.
Sign #4 - Felixia Rain
Rucia sedang menunggu Ann di meja sudut ruangan sambil memainkan pulpennya. Ada dua gelas kopi hangan di depannya sekarang. Begitu ia melihat Ann masuk ia segela melambaikan tangan. Ann melihatnya dan segera menghampirinya dengan wajah kesal.
“Kau sudah menghindari Ron?” tanya Rucia sambil menggeser
cangkir padanya. Ia menyelidiki wajah temannya itu.
“Dia menyebalkan! Sangat menyebalkan!”
“Yang mana?”
“Keduanya!” Ann merentangkan tangannya. “Aku hampir saja
bertarung dengannya dan Ron mendadak muncul.”
Rucia diam. Ia memang sengaja meninggalkan Ann di sana dan
duduk di sini hanya karena tahu kalau Ron pasti akan datang. Ia sudah
meramalkannya.
“Jadi? Apa dia bertanya?” tanya Rucia.
Langganan:
Postingan (Atom)